Ia adalah suara yang tidak terdengar oleh telinga, suara yang tidak memiliki gema, yang dapat pindah melalui ruang hampa atau kawat untuk sampai ke telinga manusia. Tapi suara setan adalah suara yang berada dalam tubuh manusia, di dalam dadanya.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
Suaranya dalam tubuh manusia hanya dapat didengar melalui dua saluran: akal dan hati.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
"Yang membisikkan (kejahatan) dalam dada manusia."
(Qs. An-Nas :5)
(Qs. An-Nas :5)
Suaranya dalam tubuh manusia hanya dapat didengar melalui dua saluran: akal dan hati.
Suara setan adalah perasaan jiwa terhadap segala sesuatu yang dapat menyebabkan murka Allah atau berkurangnya suatu pahala. Setan melancarkan program ini melalui sebuah usaha untuk mengetahui jiwa manusia mana yang cenderung padanya. Sebagai contoh, apa yang tersebut dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Syaikhan (Bukhari-Muslim) dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Setan itu mengikat tengkuk kepala salah seorang di antara kalian pada saat dia tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan dituliskan: 'Malammu masih panjang, karena itu tidurlah.' Jika dia bangun lalu berdzikir kepada Allah maka akan terlepas satu ikatan, jika dia berwudhu maka akan terlepas satu ikatan lainnya, sehingga dia bangun pagi dengan penuh semangat dan jiwa yang segar. Jika tidak, maka dia akan berjiwa buruk disertai rasa malas."
(Muttafaqun 'alaih)
(Muttafaqun 'alaih)
Kepada orang yang tidur, terutama yang terlambat tidur dan yang kurang mendapatkan istirahat yang cukup, setan masuk kepadanya melalui gerbang ini untuk menipunya dengan hal-hal yang disenangi oleh jiwanya: "Malammu masih panjang." Maksudnya, setan memberikan pertimbangan kepadanya dan menanamkan dalam perasaannya, bahwa masih ada waktu untuk tidur beberapa menit lagi, lalu membujuknya untuk tidur. Hingga akhirnya waktu itu terlewati hanya untuk tidur, padahal ia bangun tepat waktu shalat malam. Dengan demikian ia telah menyia-nyiakan kesempatan mengerjakan qiyamul lail atau shalat witir pada pertiga malam terakhir. Dan terkadang ia terlelap dalam tidurnya dan baru bangun sesudah terbitnya fajar, sehingga ia tertinggal dan tidak ikut mengerjakan shalat Subuh berjamaah. Bahkan terkadang ia meneruskan tidurnya sampai matahari terbit hingga kehilangan shalat Subuh pada waktunya. Dan masih banyak lagi pintu gerbang dan jalan syaithaniah lainnya.
Saat menulis kalimat-kalimat ini, aku mendengar setan berkata kepadaku, "Beranjak dan tidurlah dari tempatmu, kamu masih punya tugas belajar. Kamu belum tidur banyak pada mala mini. Selesaikan tulisan ini pada waktu yang lain." Sehingga setan menghalangiku untuk meneruskan kesempatan menulis yang tidak selamanya diberikan oleh Allah. Inilah rezeki yang dibagi-bagikan pada waktu-waktu terbaik di hari yang baru.
Besar kecilnya suara setan bergantung pada kadar keimanan seseorang, baik dari segi keikhlasan niat, pelaksanaan kewajiban, dan taqarrub kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah. Sehingga suara-suara itu seakan berubah menjadi suara yang sebenarnya yang dapat didengar jelas oleh orang mukmin tersebut dan ia dapat membedakan antara perasaan-perasaan yang baik dan perasaan-perasaan yang buruk. Suara setan ini hanya dapat didengar melalui dua jalan: hati dan akal. Barangsiapa yang membersihkan dua jalan ini dan membersihkan seluruh rintangan yang terdapat di dalamnya, yaitu dosa-dosa kecil dan dosa-dosa besar, kemalasan dan kemauan yang rendah, maka suara setan itu berlalu tanpa bias didengar. Sehingga dengan demikian itu, seorang mukmin dapat membedakan dan mengetahui sumber suara tersebut, lalu menjauhi hal-hal yang berisi anjuran ancaman, dan perintah setan itu. Dan kemudian hatinya membimbing dirinya dengan keimanannya, karena itu, hatinya menolak. Kemudian akalnya memberitahukan bahwa suara setan dapat menghambat kebajikan yang pernah ia niatkan, atau membawanya pada murka Allah. Akalnya menunjukkan bahwa apa yang akan ia dapatkan dari ketundukannya pada suara setan tidak sebanding dengan kerugian yang akan ia peroleh, yaitu hilangnya amal shaleh. Oleh karena itu, ia tidak sudi mendengarkan suara setan dan tetap mengerjakan kebajikan.
Orang-orang yang tidak menjauhi berbagai kemaksiatan atau rintangan itu, maka ketika suara setan itu datang, ia melihat adanya rintangan –rintangan itu, tapi suara setan itu tidak sampai ke hati dan akalnya dengan jelas. Atau mungkin saja sampai ke hati dan akalnya, tetapi dalam keadaan tercampur dengan alasan-alasan keimanan. Lalu ia menyangka bahwa itu adalah perasaan keimanan, dan selanjutnya ia tidak dapat membedakan antara perasaan keimanan dengan perasaan syaithani. Akhirnya ia mengerjakan segala bujuk rayu setan yang masuk ke dalam jiwanya, atau rintangan-rintangan di dalam hatinya semakin bertambah banyak sehingga menutup jalan hati dan akal. Akibatnya, ia tidak bias merasakan sedikit pun suara setan yang masuk melalui hati dan akalnya, bahkan ia menerima suaranya secara keseluruhan melalui jiwanya. Karena ia berkeyakinan bahwa suara itu berasal dari pernyataan jiwa yang mengajaknya kepada kebajikan.
Di sini, setan membuat jiwanya terlena sehingga ia mudah untuk menyuruhnya berbuat kejahatan:
"Sesungguhnya nafsu itu senantiasa menyuruh kepada kejahatan."
(Qs. Yusuf: 53)
(Qs. Yusuf: 53)
Betapa indahnya apa yang dikatakan oleh ar-Rafi'I tentang sifat suara setan itu, "Tidaklah setan datang kepada seseorang, memasukkan sesuatu dalam kalbu, membujuk dan memperdayakan jiwa, serta menyesatkan orang yang hendak disesatkannya, kecuali dengan cara-cara yang sangat lembut, sehingga akan membuat seseorang berkeyakinan bahwa bisikan tersebut adalah benar adanya, dan merusak semua unsur pembuktian yang kuat sekalipun."
[Syekh Abdul Hamid al-Bilali ~ Ta'ammulat Ba'da al-Fajr]
0 comments:
Posting Komentar
Poskan Komentar